PLUS | Platform Usaha Sosial

Model Bisnis Kewirausahaan Sosial Entaskan Kemiskinan

oleh Alfian Renata
Legal, News, Social Enterprise Ecosystem, Social Entrepreneurship 3 minutes read

TEMPO.CO, JakartaKewirausahaan sosial dipandang akan menjadi tren bisnis dan sekaligus model pemberdayaan masyarakat yang bakal bermunculan di Indonesia. Usaha ini tidak sama dengan kegiatan sosial yang bertumpu pada donasi semata, seperti hibah, dana sosial nasional maupun internasional hingga CSR (Corporate Social Responsibility).

“Kewirausahaan sosial adalah kegiatan usaha yang memiliki misi menyelesaikan masalah sosial lewat pemberdayaan dengan dampak terukur. Hasil usahanya untuk mendukung misi tersebut,” ujar Chrisma A. Albandjar, anggota Koalisi Masyarakat Kewirausahaan Sosial, yang genjar mensosialisasikan gerakan ini.

Chrisma yang bertandang ke kantor Tempo pada Selasa, 1 Maret 2016, bersama beberapa koleganya, memaparkan mengenai kewirausahaan sosial. “Ini dibuat untuk mendukung sebuah misi sosial. Bukan komersial 100 persen,” kata Chrisma, yang sudah menyampaikan konsep kewirausahaan sosial ini ke Komisi V DPR RI, yang kemudian masuk dalam draf Rancangan Undang-Undang Kewirausahaan Nasional itu.

Menurut Chrisma, kewirausahaan sosial merupakan kegiatan menyelesaikan masalah sosial yang menggunakan cara bisnis. Bentuknya badan usaha Perseroan Sosial (PS) untuk memperkuat strukturnya, yang berbeda dengan Perseroan Terbatas (PT).

Baca Juga: Mindful Farming and Harvesting with Blueboots Farm

“Teman-teman yang menjadi social enterprise ada yang punya dua entitas –PT sebagai badan yang mengejar profit dan lembaga sosial seperti yayasan yang hanya donasi– yang  tidak berhubungan.  Kami mengusulkan untuk membuat PS saja,” katanya.

Verinica Colondam, anggota Koalisi Masyarakat Kewirausahaan Sosial, menambahkan ada enam tipe entitas yang dapat menjalankan kegiatan sosial yang diakui di Indonesia. Entitas tersebut berupa persekutuan komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), perusahaan dagang (PD), yayasan, korporasi, dan asosiasi.

Veronica menjelaskan, untuk tipe PS bisa saja diberikan insentif berupa pengurangan pajak atas sisa hasil usaha yang digunakan untuk kegiatan sosial. Sisa donasi atau sisa hasil usaha tidak dikenakan pajak penerimaan, dan donasi yang dapat digunakan untuk modal usaha. “Intinya PS mempunyai dampak sosial yang terukur sekaligus keuntungan finansial,” katanya.

Nilai dari perseroan sosial, kata Verocina, ada tiga yaitu pertama wirausaha sosial sebagai kombinasi hibah dan bisnis untuk mengatasi masalah sosial. Kedua, pendanaan mandiri untuk mengatasi masalah sosial dan ketiga, keuntungan bisnis untuk mengatasi masalah sosial.

Baca Juga: Mindful Farming and Harvesting with Blueboots Farm

Berdasarkan catatan World Bank, sekitar 60 persen distribusi wirausaha sosial secara global tersebar di Afrika (22%), Amerika Latin dan Karibia (26%) dan Asia (12%). Indonesia memiliki jumlah wirausaha sosial relatif tinggi, meski masih kalah dengan beberapa negara di kawasan Asia.

Menurut laporan World Bank, setiap satu juta orang miskin di Indonesia terdapat 14 wirausaha. Di Thailand, setiap satu juta orang miskin ada 57 wirausaha sosial dan di Korea per satu juga orang miskin terdapat 113 wirausaha.

Dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa 1 Maret 2016, Rancangan Undang-Undang Kewirausahaan Nasional telah disetujui untuk dibahas. “Konsep kewirausahaan sosial akan diakomodasi dalam satu bab tersendiri,” kata Chrisma A. Albandjar menambahkan.

Share this page

facebook twitter linkedin whatsapp telegram messenger gmail yahoomail outlook