PLUS | Platform Usaha Sosial

Di Balik Gagasan Ruang Guru

oleh Winda Senja Wedari
Highlight, Social Entrepreneurship, Success Story 5 minutes read

Baru diluncurkan dua tahun lalu pada April 2014, kini Ruang Guru sudah mengelola 47.000 guru yang mengajar lebih dari 100 mata pelajaran di seluruh Indonesia. Lebih dari sekedar situs marketplace pencarian guru privat yang mempertemukan guru dan murid, kini Ruang Guru mulai melebarkan layanannya untuk merangkul elemen lain yang tidak kalah penting di dunia pendidikan Indonesia yaitu orang tua dan institusi pemerintah lewat sejumlah layanan dan fitur baru: sistem tata kelola pembelajaran digital (learning management system), tes online, aplikasi monitoring untuk orang tua, dan aplikasi untuk tutoring online. Hal ini dilakukan guna menyediakan akses pendidikan berkualitas lebih luas lagi bagi masyarakat. Bagaimana cerita Iman Usman menumbuhkembangkan Ruang Guru?

Susah cari guru untuk les GRE

Ide mendirikan Ruang Guru berawal dari kesulitan Iman di tahun 2013 mencari tutor GRE untuk persiapan kuliah S2 di Amerika. Informasi tutor yang dia dapatkan kurang meyakinkan karena tidak dibarengi dengan informasi yang pasti, akibatnya dia merasa seperti membeli kucing di dalam karung. Iman berpikir, mengapa tidak ada platform yang menyediakan informasi dan membantu banyak anak muda menemukan pengajar-pengajar sesuai kebutuhan masing-masing sementara banyak sekali platform belanja online yang menawarkan produk berbeda meski layanannya serupa.

Selalu tertarik dengan dunia pendidikan

Iman sendiri sudah memiliki ketertarikan terhadap dunia pendidikan. Dia merasa hidupnya berubah karena pengalamannya dididik dengan bagus di sekolah dan memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. Ia berpendapat semua orang harusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan berkualitas. Menurutnya, pendidikan dan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu akar permasalahan Indonesia untuk maju. Di sinilah visi Iman untuk mewujudkan akses pendidikan berkualitas kepada semua orang muncul. Dari berbagai elemen dalam pendidikan, ia kemudian memutuskan untuk fokus kepada guru yang dianggapnya elemen paling penting, dibandingkan dengan konten dan infrastruktur. “Yes content and infrastructure is important, but without ensuring that a good teacher ada di ruang kelas ya semua percuma,” kata Iman.

Tidak semudah membalikkan telapak tangan

Mencoba menjawab permasalahan pendidikan tersebut dengan Ruang Guru, tentu Iman dihadapkan pada berbagai tantangan yang tidak mudah. Mengelola Ruang Guru merupakan pengalaman pertama Iman sebagai seorang wirausahawan. Model bisnis Ruang Guru yang berbasis teknologi membuat Iman harus siap menghadapi tantangan yang juga dihadapi technopreneur lainnya, seperti memastikan user interface dan user experience (sering disebut dengan istilah UI dan UX) mudah dipahami dan digunakan. Ini pekerjaan yang penuh pemikiran terstruktur agar layanan yang ditawarkan benar-benar bisa dimanfaatkan orang banyak.
Pengalaman Iman berkecimpung di berbagai Non-Governmental Organization membantunya menguatkan misi sosial Ruang Guru, meski ia akui cara menjalankannya menggunakan pendekatan yang sangat berbeda karena Ruang Guru sesungguhnya adalah sebuah perusahaan, bukan NGO yang bersifat nonprofit. Untuk memastikan rencana bisnisnya bekerja dengan baik, di tahun pertama Iman ikut mengajar sebagai guru privat – sebuah pekerjaan yang sebelumnya sudah pernah ia jalani saat SMA dan kuliah. Ia mengajar bahasa Inggris untuk semua tingkat, SD, SMP, SMA hingga orang dewasa. Pengalaman tersebut membuatnya memahami kebutuhan pemakai layanan Ruang Guru dengan lebih baik dan memunculkan program pelengkap seperti pelatihan bagi guru terpilih agar lebih baik dalam menghadapi murid dan orang tua. Itu adalah cara Iman untuk memahami konsumennya.

Baca Juga: Mengapa Social Entrepreneurship Penting?

Keputusan tersulit yang pernah dilakukan

Banyak gagasan yang muncul untuk terus mengembangkan Ruang Guru sebagai platform penyedia akses pendidikan berkualitas. Bagi Iman, keputusan terberat yang pernah dia buat adalah menghentikan satu lini produk Ruang Guru. Keberanian untuk mengambil keputusan ini adalah satu karakteristik penting yang harusnya bisa dimiliki oleh seorang Wirausahawan Sosial, yaitu mau melakukan perubahan guna mewujudkan misi yang dimiliki. “Karena untuk terus ngejalanin sebuah produk, nggak bisa sekadar performanya OK, tapi perkembangannya harus betul-betul signifikan supaya kita bisa alokasikan sumber daya untuk terus ngembangin itu”, tuturnya.

Selain itu, menurut Iman, secara umum tantangan utama yang dihadapi Ruang Guru adalah mengedukasi pasar yang isinya bukan sekedar orang tua, murid, dan guru saja. “Kita kerja di sektor yang kompleks. Bukan sekedar mempertemukan antara supply dan demand, teknologi kita pakai untuk menghadirkan layanan yang dialami berbeda oleh tiap pengguna. Ada faktor eksternal yang kita nggak bisa kontrol, misalnya kebijakan dan infrastruktur.” Meski demikian, menyadari batasan-batasan yang ada seperti sumber daya dan faktor eksternal justru membantu Ruang Guru memfokuskan layanannya. Salah satu fitur terbaru Ruang Guru, yaitu Tes Online, kini telah mulai digunakan oleh Dinas Pendidikan beberapa pemerintah daerah seperti DKI Jakarta dan Sumatera Selatan. Rencananya, setiap murid di propinsi tersebut akan punya akun di Ruang Guru dan menggunakan Ruang Guru untuk belajar secara mandiri maupun mempersiapkan diri menghadapi berbagai ujian yang ada, seperi Ujian Semester, Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional. Bisa dibayangkan berapa banyak penamhaban jumlah pengguna Ruang Guru dalam satu tahun ke depan!

Sangat menarik bukan? Ternyata pencapaian besar bisa saja bermula dari isu sosial yang menggelitikmu selama ini, sama seperti ketertarikan Iman ke dunia pendidikan yang membuahkan Ruang Guru yang kita kenal sekarang. Tapi ingat, kalau kata Iman, “sekarang lagi trend anak muda bikin start-up dan entrepreneur, tapi bukan berarti semua harus begitu. Gak semua startup berhasil, 99% biasanya gagal. Kalo gak punya determinasi yang kuat, alasan yang jelas kenapa bikin startup, gampang sekali untuk jatuh. Saran saya, sebelum bikin startup sendiri, kerja dulu dengan startup yang ada untuk lihat perkembangannya. Mulai dari yang kecil dulu aja.”

Mau belajar lebih banyak tentang cara mengidentifikasi kebutuhan konsumen seperti yang dilakukan Iman? Baca selengkapnya di 5 Cara Memahami Kebutuhan Konsumen. Atau  melihat banyaknya tantangan yang dihadapi Iman seperti cerita diatas, Anda ingin tau sejumlah karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi wirausahawan sosial? Selengkapnya bisa dilihat di Apa Karakteristik Seorang Wirausahawan Sosial?

Baca Juga: Teknologi Hapus Hambatan untuk Membangun Indonesia

Share this page

facebook twitter linkedin whatsapp telegram messenger gmail yahoomail outlook