Menginspirasi Negeri melalui Liberty Society
Mempunyai bisnis dengan misi sosial memang tidak mudah, tetapi ada reward tersendiri yang kita dapatkan saat mengetahui bahwa kita bisa memberikan tujuan hidup dan harapan untuk orang-orang atau komunitas yang kita bantu. Hal itulah yang selalu dirasakan oleh kami, Tamara, Karen, dan Sharon selama menjalankan Liberty Society.
Apa itu Liberty Society?
Liberty Society adalah brand fesyen ramah lingkungan dengan misi sosial yang bertujuan untuk menginspirasi melalui desain, cerita, dan dukungan kepada isu-isu sosial.
Di Liberty Society, kami ingin memberdayakan kelompok ibu-ibu marginal yang merupakan refugees/pengungsi di daerah Bogor melalui pelatihan menjahit, komunitas, dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan serta kehidupan yang lebih baik. Salah satu contohnya, Ibu Nargis Haidari yang merupakan pengungsi asal Afghanistan yang menetap di Bogor. Beliau memiliki empat orang anak dan sebagai pengungsi, ia tidak dapat menghidupi keluarganya di negeri dimana ia berbicara bahasa asing dan tidak berhak bekerja di ekonomi formal.
Baca Juga: Sudah Belajar Apa di Social Entrepreneurship Class?
Saat ini sudah ada 23 ibu-ibu yang kami ajak. Tidak hanya mendapatkan pelatihan dalam menjahit, tapi ibu-ibu tersebut juga mendapat pengembangan leadership atau skills lainnya seperti admin, accounting, hingga design. Pada awalnya kami sempat merasa kesulitan terutama untuk berkomunikasi dengan ibu-ibu disana, karena mereka bukan berasal dari Indonesia dan juga tidak begitu mahir berbahasa Inggris. Kami bahkan terkadang membutuhkan translator untuk berkomunikasi dengan mereka. Selain itu, kesehatan mental mereka sebagai pengungsi juga menjadi salah satu faktor yang membuat mereka kurang percaya diri.
Jauh sebelum Liberty Society hadir, saya, Karen dan Sharon sudah lebih dahulu terjun dalam dunia sosial dan membentuk sebuah NGO bernama Second Chance Initiative yang membantu anak-anak kurang mampu untuk tetap dapat memperoleh pendidikan dengan mendirikan rumah belajar. Setelah berkecimpung selama 7 tahun, saya mulai menyadari bahwa memberi edukasi saja tidaklah cukup untuk merubah suatu komunitas. Edukasi harus ditambah dengan pemberdayaan finansial agar komunitas terbebas dari rantai kemiskinan.
Kesulitan dalam menjalankan bisnis sosial adalah keharusan untuk mencapai triple-bottom line goal yaitu profit, people and the planet. Suatu bisnis sosial harus memikirkan bukan hanya business value proposition, tapi juga social value proposition. Liberty Society sendiri berkomitmen untuk memberi pelatihan dan pendapatan kepada ibu-ibu yang tidak mempunyai pekerjaan. Dan butuh waktu yang lama untuk bisa mencapai tujuan tersebut. Hal inilah yang harus diketahui oleh pebisnis sosial bahwa keuntungan dan dampak positif baru bisa dirasakan setelah melewati waktu yang cukup lama.
Menurut saya, kebanyakan orang yang memulai bisnis sosial mempunyai hati yang besar dan mereka ingin mengubah dunia. Kesalahannya adalah tidak mempertimbangkan resource terbatas yang dimiliki suatu bisnis. Karena hanya mempunyai misi sosial saja tidaklah cukup untuk dijadikan competitive advantage suatu bisnis. Produk yang dihasilkan juga harus bisa bersaing dengan produk-produk dari bisnis biasa, baik dari segi keunikan desain, perbedaan material, atau keunggulan bisnis model.
Baca Juga: DBS bersama BukaLapak Luncurkan Bazaar Online Dukung Wirausaha Sosial
Social entrepreneurs often forget profit margin is as important as helping their beneficiaries. Enam bulan saya berbisnis, saya melakukan kesalahan ini. We have to be realistic, we cannot help anyone if we’re not selling great products that can compete with any other business.
-Tamara
Bagaimana Liberty Society di Masa Pandemi?
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak sekali usaha-usaha yang terkena dampak akibat pandemi COVID-19, mulai dari sulitnya produksi hingga terjadinya penurunan omset yang cukup drastis. Bagi Liberty Society sendiri, pandemi ini menjadi tantangan dalam sulitnya mendapatkan cash flow karena 4 lokasi penjualan kami yang terpaksa ditutup. Karena fesyen adalah hal non-essential di masa krisis seperti saat ini, maka hal yang bisa dilakukan oleh saya dan tim adalah melihat industri yang sedang naik daun di tengah pandemi, yaitu healthcare.
Baca Juga: Mindful Farming and Harvesting with Blueboots Farm
Kami mulai melakukan pivot bisnis dengan membuat masker kain sampai face shield. Kami juga berpartner dengan CSR perusahaan, komunitas sosial, dan individu untuk melakukan dua hal yaitu memberi pendapatan untuk lebih dari 20 penjahit kami dan perlindungan kepada komunitas yang kekurangan peralatan medis melalui proyek 10,000 kain masker. 50% keuntungan dari setiap penjualan koleksi fesyen Liberty didonasikan untuk membuat APD (masker) yang akan dibagikan kepada komunitas tidak mampu.
Menurut saya, ada banyak brand sukses di dunia yang ditemukan pada masa-masa krisis global seperti saat ini, contohnya Apple, Disney, dan Microsoft. The new normal setelah pandemi COVID-19 ini, akan ada banyak orang yang lebih peka terhadap sustainability. Inilah saat tepat bagi pebisnis sosial untuk maju membantu masyarakat melalui bisnis.
“Our vision is to see more hearts to love and more hands to serve.” Ada kekuatan ketika kita bersatu untuk tujuan yang lebih besar. Prinsip inilah yang selalu dipegang oleh saya dan tim Liberty Society. Melalui Liberty Society, saya ingin menginspirasi anak muda bahwa profit bisa sejalan dengan purpose.
Pesan saya bagi teman-teman yang ingin memulai bisnis sosial yaitu penting memikirkan isu sosial apa yang ingin dipecahkan. Penting juga memikirkan perbedaan revenue model dan social value model serta go-to-market strategy dan go-to-impact strategy.
Untuk kamu yang masih penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang Liberty Society, yuk jelajahi website kami di liberty-society.com atau Instagram di @liberty.society.