Indonesian Social Enterprise Highlights – House of Diamonds Indonesia
House of Diamonds, rumah penuh berlian?
Betul sekali, namun berlian ini bukan yang seperti kamu kira. Berlian ini menggambarkan perempuan-perempuan yang memiliki keterampilan menjahit dan kegigihan berjuang untuk keluarga.
Baiklah… Jadi, berlian-berlian ini sebenarnya siapa?
Awalnya sebenarnya Ida dan Lila, pendiri HoD, hanya ingin membantu beberapa anak yang putus sekolah. Rata-rata masih 18 tahun ke bawah dan mereka datang ke tempat Ida dan Lila untuk latihan, awalnya mereka bukan untuk bekerja. Ida dan Lila sebenarnya senang ketika anak-anak ini sudah bisa menjahit dan bekerja di perusahaan lain, namun mengingat pengalaman mereka dahulu bekerja di perusahaan-perusahaan tekstil membuat mereka jadi sedih sekali. Waktu kerja di pabrik, Ida dan Lila mengaku, sudah waktu bekerja lama, meninggalkan keluarga sampai malam, pembayaran untuk 1 kemeja hanya Rp500,00. Tidak worth it dan tidak manusiawi sekali, kan?
Baca Juga: SE Class 3: Time to Make It Happen!
Berat sih itu, lalu HoD bantu apa untuk mereka?
Awalnya Ida dan Lila ingin mengerjakan HoD secara ideal, yaitu langsung mau bantu mempekerjakan mereka jadi penjahit handal. Pada kenyataannya, hal tersebut ternyata tidak bisa dipaksakan! Mereka harus menyesuaikan diri, dalam hal apa sebenarnya anak-anak ini butuh diempower ? Kalau langsung bantu dan tidak sesuai, nanti jadinya pahlawan kesiangan. Tidak semua orang bisa memberikan respons yang bagus terhadap hal yang ditawarkan.
Lah, lalu bagaimana dong?
Ida dan Lila cerita, “sebelum kita empower mereka, kita perlu jaga hubungan dulu. Tanya mereka butuhnya apa, kebanyakan sih di awal butuhnya dana ya, tapi kalau ditelaah lebih dalam, ada hal-hal yang lebih penting yang mereka butuhkan, misalnya jadi teman yang dapat mereka curhati, atau akses informasi yang mereka belum ketahui sebelumnya. Prosesnya memang panjang kalau ingin benar-benar memberdayakan mereka secara tulus.”
Baca Juga: Invest in Kindness on Social Entrepreneurship Meet Up 2
Sulit sekali sih, kok bisa ya Mba Ida dan Lila tahan bertahun-tahun kayak gitu?
“Wah kalau itu sih, sampai sekarang kadang-kadang masih ada rasa ingin melepas HoD,” ujar mereka dengan tulus. Mengerjakan sesuatu itu pasti akan ada titik jenuhnya. Tetapi, kita harus kembali ke titik mulai kita. Kalau Ida dan Lila biasanya membuat jurnal dan di jurnal itu mereka catat perasaan mereka setiap hari bagaimana. Lama-lama akan terlihat naik turunnya perasaan mereka, seperti diagram yang kadang naik, kadang turun drastis. Lucu, terkadang bisa balik baca jurnal tanggal berapa, mereka tersadar ternyata dulu pernah kejadian lucu atau juga kejadian tragis. Mencatat dan membaca seberapa jauh perjalanan yang telah ditempuh sangat menguatkan mereka.
Bukan hanya itu, berjalan di jalan ini membuat mereka sadar dan mengenal diri lebih baik lagi. Banyak perubahan yang merubah mereka sebagai manusia khususnya di tahun 2013 sampai 2015. Misalnya pola pikir mereka terutama banyak berubah, “kalau dahulu saat menolong orang itu saya pikir saya juga pasti akan ditolong Tuhan, tetapi sekarang saya sadar itu pemikiran yang salah. Justru menolong adalah bukti kita bersyukur.”
*hiks* Saya tersentuh sekali… saya ingin seperti kalian, ada tips ga buat saya?
Baca Juga: SE Class 3: Time to Make It Happen!
Tipsnya langsung saja kita kutip dari perkataan mereka ya!
“Pertama, kenali diri kalian sendiri ya. Tingkatkan kapasitas diri kalian sendiri dulu dan temukan kelebihan serta kekurangan kalian dahulu sebelum menolong orang lain. Kedua, pakailah kelebihan yang kalian miliki dan selalu haus untuk belajar lebih.
Kebetulan kalau kami, entah kenapa memang dari dahulu kami sadar bahwa kami dapat diandalkan dan dapat membangun hubungan baik dengan orang lain. Setiap kami mengenal orang baru, kami mencoba untuk tidak putus kontak, misalnya selalu kasih ucapan saat tahun baru atau Natal seperti itu. Waktu itu kami tidak sadar bahwa sebenarnya kami sedang membentuk social capital. Dengan berkenalan dengan berbagai macam orang, bisnis kami sangat terbantu. Misalnya waktu itu ada orang yang dikenalkan pada kami dan akhirnya kami belajar tentang sociobisnis dari dia, belajar membuat strategi dan rencana bisnis secara teoritis. Lewat kenalan juga kami jadi mendapat pasar asing pertama. Waktu itu kami coba jual di Indonesia tapi tidak laku karena harga terlalu tinggi, lalu ada seorang teman yang menyuruh saya untuk email dan cari tahu tentang Coffee Morning yang selalu diadakan kedutaan besar. Dari situlah kemudian saya dipanggil untuk pitching di depan Asosiasi Wanita Australia- New Zealand yang akhirnya membuka pintu-pintu lainnya untuk saya. Kita tidak pernah tau darimana akses informasi atau pasar atau apapun akan datang, yang penting kita buka hati dan terus membuat kesempatan sambil terus tekun dan berdoa.”
Seru sekali ya perjalanan Ida dan Lila selama di House of Diamonds, bahkan kami dari PLUS pun masih terkagum dengan nilai-nilai yang selalu menonjol dari kedua wirausaha sosial ini. Jadi penasaran dengan HoD? Langsung saja kunjungi websitenya di https://hod-indonesia.com/ dan Instagramnya di @hodindonesia.